Rabu, 11 Januari 2012

CIRI KHAS TEORI PEMBELAJARAN MENURUT JEROME BRUNER


rabu, 11 januari 2012

syamsul hadi
STKIP ISLAM BUMIAYU



I. PENDAHULUAN Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Dahar (1988: 118) menyatakan bahwa, “Bruner tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis”. Yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya. Dalam hal ini penulis ingin memaparkan ciri khas teori pembelajaran menurut Brunner. II. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner 1) Empat Tema tentang Pendidikan Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain. Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi. Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang benar atau tidak. Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu. 2) Model dan Kategori Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui. Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut. a) Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. b) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis c) Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. d) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya e) Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain. f) Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi 3) Belajar Sebagai Proses Kognitif Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain. Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik. Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun). a) Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya. b) Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi) c) Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar. Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda. Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan konsep kesegitigaan. Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen. Berdasarkan pengamatan di sekolah-sekolah, Brunner mendapat beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil. a. Dalil Penyusunan (konstruksi) Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyususnan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya sendiri. b. Dalil Notasi Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Ini bererti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimenegerti. c. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman Dalam dalil ini pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam elakukan pengubahan konsep difahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Konsep yang diterangkan dengan contoh dan bukan contoh adalah salah satu cara pengontrasan. Contoh untuk menjelaskan pengertian persegi panjang, anak harus diberi contoh bujur sangkar, belah ketupat, jajar genjang dan segiempat lainnya selain persegipanjang. Dengan demikian anak dapat membedakan apakahsegiempat yang diberikan padanya termasuk persegipanjang atau tidak.keanekaragaman juga membantu anak dalam memahami konsep yang disajikan, karena dapat memberikan belajar bermakna bagi anak. Misalnya, untuk memperjelas pengertian bilangan prima anak perlu diberikan contoh yang banyak, yang sifatnya beranekaragam. d. Dalil Pengaitan (konektivitas) Dalil ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep yang lainnya. Misalnya, konsep phytagoras diperlukan untuk menentukan triple phytagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri. 4) Belajar Penemuan Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah. a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat. b) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik. c) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. III. Ksimpulan Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru, transformasi ilmu pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental didasarkan pada dua prinsip, yaitu; pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model menganai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. DAFTAR BACAAN Dahar, Ratna Willis. Prof. Dr. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK. Erman, Suherman, H, AR, Drs, MPd, dkk. 2003. Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: FMIPA UPI



Selasa, 10 Januari 2012

Artikel

Cara-Cara menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa

Oleh: syamsul  hadi
            PGSD 4/3
STKIP ISLAM BUMIAYU
Hal-Hal yang Dilakukan Oleh Guru
Sebagai komponen yang secara langsung berhubungan dengan permasalah rendahnya motivasi belajar siswa, maka guru harus mengetahui beberapa hal yang bisa dilakukannya untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, diantaranya adalah :
·         Memilih cara dan metode mengajar yang  tepat termasuk memperhatikan penampilannya
·         Menginformasilkan dengan jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
·         Menghubungkan kegiatan belajar dengan minat siswa
·         Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran misalnya melalui kerja kelompok
·         Melakukan evaluasi dan menginformasikan hasilnya, sehingga siswa mendapat informasi yang tepat tentang keberhasilan dan kegagalan dirinya
·         Melakukan improvisasi-improvisasi yang bertujuan untuk menciptakan rasa senang anak terhadap belajar. Misalnya kegiatan belajar diseling dengan bernyanyi bersama atau sekedar bertepuk tangan yang meriah
·         Menanamkan nilai atau pandangan hidup yang positif tentang belajar misalnya dalam agama islam belajar dipandang sebagi sebuah kegiatan   jihad yang akan mendapatkan nilai amal disisi Allah.
·         Menceritakan keberhasilan para tokoh-tokoh dunia yang dimulai dengan mimpi-mimpi mereka dan ceritakan juga cara-cara mereka meraih mimpi-mimpi itu.  Ajak siswa untuk bermimpi meraih sukses dalam bidang apa saja seperti mimpinya para tokoh dunia tersebut.
·         Memberikan respon positif kepada siswa ketika mereka berhasil melakukan sebuah tahapan kegiatan belajar. Respon positif ini bisa berupa pujian, hadiah, atau pernyataan-pernyataan positif lainnya.
Hal-Hal  Yang Dilakukan oleh Orang Tua
·         Mengontrol perkembangan belajar anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mengontrol kegiatan anak.
·         Mengungkap harapan-harapan yang realistis terhadap anak
·         Menanamkan pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi
·         Melatih anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan seperlunya
·         Tanyakanlah keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan cita-cita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar.
·         Menggunakan hasil evaluasi yang diberikan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar selanjutnya.
Hal-Hal Yang Dikerjakan oleh Ortu dan Guru Secara Bersama
Ketika permasalahan rendahnya motivasi sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak bisa diantispasi oleh guru sendiri atau oleh orang tua sendiri, maka kerja sama antara guru dan orang tua harus segera dilakukan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan di ataranya :
·         Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siswa, cari factor penyebab yang mengakibatkan rendahnya motivasi belajar siswa, identifikasi masalahnya.
·         Mencari solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi pada anak. Cari masalah yang bisa diatasi oleh guru, atau masalah yang bisa diatasi oleh orang tua
·         Memberikan perlakuan yang tepat terhadap anak, mereka sedang mengalami permasalahan, maka orang tua dan guru harus mempunyai komitemen  yang tinggi untuk tidak menambah beban mereka dengan menyalahkan, mencemooh anak-anak.
·         Libatkan siswa untuk memecahkan permasalahannya. Orang tua, guru dan siswa perlu duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahannya.


Usaha Guru, Mengatasi Anak Bermasalah

Syamsul hadi,11 januari 2012
STKIP ISLAM Bumiayu 

I. PENDAHULUAN
Mengajar itu memang rumit. Bukan saja guru harus tahu banyak tentang bahan pelajaran dan menguasainya, tetapi juga harus faham tentang murid-muridnya dan proses belajar-mengajar. Kecuali itu guru juga harus memiliki atau mengembangkan bakat untuk mengajar – suatu aspek seni. Bukan saja guru harus mengajar di depan kelas, tetapi juga menyiapkan dan mendesain bahan pelajaran, memberikan tugas-tugas, menilai proses dan hasil belajar murid, merencanakan kegiatan-kegiatan lain dan menegakkan disiplin. Disamping itu guru harus menyimpan dan memelihara catatan-catatan tentang muridnya, mengatur dan mengelola kelas, mengembangkan kegiatan-kegiatan belajar, berbicara kepada orang tua murid dan bahkan melakukan kegiatan bimbingan dan konselling bagi murid-muridnya.
Mengajar ialah melatih keterampilan, menyampaikan pengetahuan, membentuk sikap dan memindahkan nilai-nilai. Mengajar adalah membuat perubahan pada diri murid. Mengajar dapat dilakukan dengan cara ceramah, persuasi, demonstrasi, membimbing dan mengarahkan usaha dan aktifitas murid atau dengan kombinasi cara tersebut. Mengajar dapat hanya melibatkan pengetahuan dan keterampilan guru sendiri atau dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh pihak lain seperti film, perangkat komputer, manusia sumber aau kombinasi antara bakat, keterampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki murid.

II. MENGAJAR
Mengajar dikatakan efektif apabila meliputi tiga langkah, yaitu langkah sebelum mengajar, langkah pelaksanaan mengajar, dan langkah sesudah mengajar. Langkah sebelum mengajar, meliputi,  menentukan tujuan pengajaran, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah pelaksanaan mengajar, langkah ini berupa pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk membawa murid mencapai tujuan pengajaran. Langkah ini meliputi komunikasi, kepemimpinan, motivasi dan kontrol (pembinaan disiplin dan pengelolaan). Langkah sesudah mengajar langkah ini berupa pengukuran dan penilaian hasil mengajar sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan guru sebelum mengajar. Dari proses penilaian ini dapat diketahui efektif tidaknya proses mengajar, tepat tidaknya tujuan pengajaran, seberapa tinggi tingkat kesiapan murid, tetap tidaknya strategi mengajar yang digunakan dan bahkan derajat relevansi dan ketepatan  prosedur penilaian yang ditempuh.

III. PERANAN GURU
Peranan guru yang dianggap penting adalah :
1)       Guru sebagai Pembuat keputusan
Guru harus selalu membuat keputusan-keputusan bahan pelajaran dan metode mengajar. Keputusan-keputusan ini didasarkan atas banyaknya factor seperti bahan inti yang harus diajarkan, kemampuan murid dan apa yang diperlukan olehnya dan tujuan yang akan dicapai.
2)       Guru sebagai motivastor
Murid tidak berhasil dengan sendirinya, melainkan dengan peran guru sebagai motivator. Ada beberpa pelajaran yang di sampaikan guru tidak menarik minat dan perhatian murid. Memulai memngajar dengan penuh semangatpun tidak merupakan jaminan bahwa minat dan konsentrasi murid dapat berlangsung lama.
Banyak keputusan yang dibuat guru berpengaruh terhadap motivasi murid. Cara memberikan nilai misalnya, dapat mendorong murid belajar lebih giat atau malah menjadikannya putus asa. Bahkan pelajaran yang dipilih yang sejalan dengan minat dan kemampuan murid dapat membantu mendorong mereka belajar. Maslahnya ialah bagaimanakah guru dapat mempertahankan minat dan perhatian murid selama proses belajar mengajar berlangsung.
3)       Guru sebagai Menejer
Waktu yang di pergunakan guru untuk berinteraksi secara verbal dengan murid rata-rata antara 20 sampai 30persen setiap harinya. Selebihnya di pergunakan untuk kegiatan pengelolaan, seperti supervisi, organisasi pelajarn,menyiapkan ujian, memeriksa dan menilai pekerjaan murid, menghadiri rapat, mengadakan pertemuan dengan orang tua murid dan sebagainya.

4)       Guru sebagai pemimpin
Meskipun guru harus menangani kebutuhan murid orang perorang, tetapi kenyataannya jarang berbuat demikian. Mengajar nyatanya adalah memimpin sekelompok murid. Guru yang efektif adalah pemimpin yang efektif, yaitu memanfaatkan potensi kelompok untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan individual. Dalam peranannya sebagai pemimpin kelompok, guru diharapkan menjadi wasit, pelerai kecemasan, detektif, pencegah timbulnya perasaan bermusuh dan frustasi, teman dan orang kepercayaan, pengganti orang tua, sumber kasih saying dan pemberi semangat.
5)       Guru sebagai konselor
Sebagai konselor, guru harus menjadi pengamat yang peka terhadap tingkah laku dan gerak gerik murid. Guru harus berusaha memberikan tanggapan yang konstruktif apabila murid mengalami kelesuan dalam belajar. Dia harus tahu apabila ada murid perlu dikonsultasikan kepada ahli kesehatan mental misalnya. Disetiap kelas tidak jarang murid mengadukan persoalan pribadinya kepada guru.
6)       Guru sebagai insinyur  atau perekayasa lingkungan
Guru diharapkan menjadi desainer yang dapat menata ruang kelas dengan baik sehingga menimbulkan suasana belajar yang kondusif.. Bukankah penataan ruangan kelas dapat membantu atau mengganggu proses belajar ? Perubahan  tata ruang kelas itu  mungkin saja tidak menyolok, seperti menggantungkan gambar di depan kelas atau menyuruh murid duduk dalam posisi lingkaran untuk keperluan diskusi dan sebagainya.
7)       Guru sebagai Model
  Guru juga berperan sebagai model atau contoh bagi muridnya. Gairah murid terhadap suatu mata pelajaran timbul karena pelajaran itu diberikan oleh guru yang penuh gairah dengan menggunakan metode demonstrasi. Sebaliknya gairah terhadap suatu mata pelajaran memudar karena mata pelajaran itu diberikan dengan metode ceramah yang gersang. Dengan demikian guru tersebut dengan sengaja berperan sebagai model. Demonstrasi dalam mata pelajaran fisika, kimia dan kesejahteraan keluarga adalah contah permodelan langsung (direct modeling). Tetapi dalam banyak hal yang lain, guru tidak begitu menyadari peranannya sebagai model. Sebagai contoh, guru selalu berperan sebagai model dalam mendemonstrasikan cara berfikir memecahkan masalah. Apabila guru dapat melibatkan muridnya berfikir melalui berbagai macam alternatif pemecahan masalah, besar kemungkinan muridnya menjadi sadar bahwa mereka mampu memecahkan masalah dalam berbagai macam situasi.

IV. PROBLEM-PROBLEM YANG DIHADAPI GURU
Semakin meluasnya tujuan pendidikan, maka akan semakin menambah beban tanggung jawab guru dan menimbulkan problem serius bagi pelaksanaan oekerjaannya. Adapun factor penyebab timbulnya kesulitan yang dihadapi guru di dalam kelas dan pada situasi lain di sekolah adalah sebagai beikut :
1)       Kurang memadainya pengetahuan guru tentang murid
2)       Kurang memadainya apresiasi guru terhadap tujuan asasi pendidikan.
3)       Kurang terampil melakukan diagnosis
4)       Tidak pandainya guru menggunakan metode mengajar yang baik dan cara yang mengelola kelas.
Tetapi secara fundamental, problem yang dihadapi guru meruapakan akibat dari :
1)       Sikap pribadi dan sikap social yang tidak konstruktif
2)       Kurang percaya pada diri sendiri.
3)       Emosi yang tidak stabil.
Kecakapan mengajar yang efektif dan sikap yang baik tidaklah diperoleh secara kebetulan saja. Pengalaman kerja mungkin merupakan factor yang penting, tetapi bertahun-tahun mengajar bisa saja malah menambah rumit kesulitan terdahulu keculi apabila guru dipersiapkan dengan baik sebelumnya.

V. KESULITAN BELAJAR ANAK
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi.
Demikian antara lain kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap murid dalam proses belajar mengajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar murid. Dalam keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut “kesulitan belajar”
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan factor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh factor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Karena itu, dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada murid, maka guru perlu memahami masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar.
Faktor penyebab kesulitan belajar
1)       Faktor Intern
2)       Faktor External
Faktor intern, disebabkan oleh dua hal, Pertama sebab yang bersifat fisik, yaitu (1) karena sakit (2) karena kurang sehat (3) karena cacat tubuh. Kedua sebab kesulitan belajar karena rohani, yaitu (1) Intelegensi (2) Bakat (3) Minat (4) Motifasi (5) factor kesehatan mental (6) tipe khusus seorang murid.
Faktor external, disebabkan oleh tiga hal, Pertama Faktor Keluarga, yaitu (1) factor orang tua (2) Suasana rumah/keluarga (3) keadaan ekonomi keluarga. Kedua Faktor Sekolah, yaitu  (1) guru (2) factor alat (3) Kondisi gedung (4) kurikulum (5) waktu sekolah dan disiplin kurang. Ketiga  Faktor Mass Media dan lingkungan social, yaitu TV, Surat Kabar Majalah, Buku Komik, teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat.
      
VI. ANAK BERMASALAH
Seorang murid dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan gejala penyimpangan perilaku yang lazim di lakukan oleh anak-anak pada umumnya. Penyimpangan perilaku ada yang sederhana ada juga yang ekstrim. Penyimpangan perilaku yang sederhana, misalnya mengantuk, suka menyendiri, terlambat datang. Sedangka ekstrim adalah sering membolos, memeras teman, tidak sopan.

VII. MENGENAL MURID YANG BERMASALAH BELAJAR
Beberapa gejala pertanda adanya kesulitan belajar antara lain :
1)       Menunjukkan prestasi yang rendah/di Bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2)       Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
3)       Lambat melaksanakan tuga-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal latihan dsb.
4)       Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura dusta, dll.
5)       Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

VIII. USAHA MENGATASI ANAK BERMASALAH
Secara sistematis, langkah-langkah yang perlu diambil dalam usaha mengatasi anak bermasalah adalah :
1)       Memanggil dan menerima anak yang bermasalah dengan penuh kasih sayang
2)       Dengan wawancara yang dialogis diusahakan dapat ditemukan sebab-sebab utama yang menimbulkan masalah.
3)       Memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya
4)       Menunjukkan cara penyelasaian masalah yang tepat untuk di renungkan oleh anak kemudian untuk dikerjakannya.
5)       Menemukan segi-segi kelebihan anak agar kelebihan itu diaktualisisr guru megatasi kekurangannya
6)       Menanamkan nilai-nilai spritual yang benar. 
  

DAFTAR BACAAN


Feinberg. R, Mortimer, dkk, Psikologi Manajemen, alih bahasa R. Turman Sirait, Mitra Utama, Jakarta, 1994

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. ke-VIII, 1998

Prasetya,  Falsafah Pendidikan,  Pustaka Setia, Jakarta, 1997

Siagian. P, Sondang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1993

Sugiarto, Endar, Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, PT. Gramedia Grafindo Persada, Jakarta, 1990

Sudjana, Nana, Teori-teori Belajar untuk Pengajaran, Fakultas Ekonomi Uiversitas Indonesia, Jakarta, 1991

Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. ke-IX, 1998

Tirtaraja, Umar, dkk, Pengantar Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998


Thoha, Miftah, Kepemimpinan dalam Manajemen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995

Wilis Dahar, Ratna, Teori-teori Belajar, Depdikbud Dirjend Pendidikan Tinggi PPL Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 1980